Pemberian Bisyarah Shalat Jenazah dalam Perspektif Hukum Islam
DOI:
https://doi.org/10.52029/gose.v1i1.115Keywords:
Bisyarah, Hukum Islam, Shalat JenazahAbstract
Apabila seseorang melakukan ketaatan, berharap mendapatkan upah maka dia seperti memperjual belikan perintah Allah dengan harga yang sangat murah. Murah karena bisa diukur dengan benda. Sesuatu akan disebut murah selama masih bisa ditakar dan dihargai dengan benda atau uang. Menurut tinjauan Hukum Islam mengenai pengambilan bisyarah shalat jenazah terdapat beberapa pendapat. Ibn Abidin menyebutkan bahwa ulama’ muta‘akhirin dari kalangan Hanafiyah membolehkan memberi upah dalam pekerjaan yang berhubungan dengan ketaatan seperti itu. Ulama’ Malikiyyah memandang perbuatan seperti ini sebagai perbuatan makruh. Ulama hanabilah terbagi menjadi dua bagian, sebagian menyatakan tidak boleh memberi upah perbuatan seperti ini, tetapi sebagian lain menganggap boleh, di antaranya adalah Abu Ishaq bin Syaqil. Adapun mengenai hukum menerima upah atas pengajaran Al-Qur’an atau ilmu-ilmu Islam maupun dakwah Islam di kalangan Ulama’ juga terjadi perbedaan pendapat (Ikhtilaf). Ada yang menetapkan boleh, ada juga yang menetapkan tidak boleh. Sedangkan dalil dari pihak yang mengatakan halalnya menerima dan mengambil upah dari mengajarkan Islam di antaranya, Nabi Muhammad bersabda yang artinya “Sesungguhnya yang paling banyak layak untuk kalian ambil imbalan (ongkos) ialah Kitabullah” (HR. Bukhari). Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, pendekatan ini merupakan pendekatan yang berusaha memahami arti peristiwa atau gejala sosial yang muncul dalam pendidikan dan kaitan-kaitannya terhadap konsep.References
Abi bakr ’Ahmad bin Ali bin Syabit Al-khatib Al-Baghdadi. 1996. “Al-Fakih wal mutafaqqih”, tahqiq Abu ‘Abdurrahman Adil Bin Yusuf al-‘Azazi, Dari ibnu Juzi.
Ahmad Nawawi Sadili. 2011. Panduan Praktis Dan Lengkap Shalat Fardhu Dan Sunnah, Jakarta: Amzah.
Ahmad bin ‘Ali al-Raziy al-Jashshash. 1405. al-Jami‘ li Ahkam al-Qur’an, Juz 3, Beirut: Dar Ihya al-Turats al ‘Arabiy.
Ahmad bin ‘Abd al-Halim bin Taymiyyah al-Haraniy. 1413. Syarh al-‘Umdah, Juz 2, Riyad: Maktabah al-’Abikan.
Abd Al-Rahman Al-Jazairi. 2003. Al-Fiqh ‘Ala Al-Madzahib Al-‘Arba’ah, Juz. 3 Beirut: Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyah.
Ahmad Mufid. 2007. Risalah Kematian, Jakarta: Total Media.
Alhafiz Kurniawan. 2018. ““Hukum Terima Amplop oleh Imam, Khatib, Muazin, dan Guru TPQ”. Jakarta: Islam Press.
Al- Imam Al-Hafiz Abi Husain Muslim. 1426. Shohih Muslim, Riyad: Darul Tayyibah.
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Hasan Saleh. 2008. Kajian Fiqih Nabawi dan Fiqih Kontemporer, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Ibnu Hajar al-’Asqalani. 2011. Terjemahan Bulughul Maram, Penerjemah H. M. Ali, Surabaya: Mutiara Ilmu.
Lexy J. Maleong. 2002. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Muhamamd Amin (Ibn Abidin), t.t. Hasyiyah Radd al-Mukhtar ‘Ala al-Durr al-Mukhtar, Hasyiyah Ibn ’Abidin), Juz 7, Beirut: Dar al-Fikr.
Muhammad bin Idris al-Syafi’i. 1393. al-‘Umm, Juz 2, Beirut: Dar al-Ma‘rifah.
Muhammad Kamil Hasan Al-Mahami. 2005. Tematis Ensiklopedi Al- Qur’an, Jakarta: Kharisma Ilmu.
Mohammad Rifa’i. 1978. Ilmu Fiqih Islam Lengkap, Semarang: Karya Toha Putra.
Nasrun Haroen. 2007. Fiqh Muamalah, Cet. II, Jakarta: Gaya Media Pratama.
Syekh Wahbah Az-Zuhaili. 2001. Subulul Istifadah Minan Nawazil wal Fatawa wal Amali Fiqhi Fit Tathbiqatil Mu’ashirah. Damaskus: Darul Maktabi.
Tim Penyusun. 2001. Wikipedia Bahasa Indonesia, Jakarta: Van Hopen.

